Kamis, 31 Maret 2016

Save jalan Berlobang #Nganjukku

hay kakak,,
01/04/2016
dimana terpikirkan bercorat coret,,,




bulan ini hari lahir kabupaten ini, 10 april 2016 tepatnya 10 april 937 M lalu,,,
perayaan besar maupun acara acara pasti akan di langsungkan di kabupaten ini,,,
bpk/ibu yg di meja atas sana pasti berencana memeriahkan acara dengan perayaan ulang tahun kabupaten ini,,
namun,, kami sendiri miris dan sedih ketika mau kemana kemana,, banyak jalan yg berlobang lobang,,,  kami selalu terjatuh ketika melewatinya,,,
pada malam hari selalu gelap dengan minimnya cahaya lampu yg kurang memadai pada pinggiran jalan,,
namun,,
kapankah jalan jalan ini kembali rata???????
kapankah jalan ini diperhatikan??????
kapankah jalan ini benahi?????

"pak presiden, Nganjuk memang tidak ada perompak bajak laut tapi hati ini miris dan sedih melihat dan menjalani JALAN yg penuh lobang"
#savenganjukku
#saveJalanku
#saveperasaanIni

"semoga akan segera ada perbaikan untuk jalanan kabupatenku ini,,,,"






terimakasih,,


janganlupa kunjungi www.nurulitashop.com

Sejarah Desa KedungOmbo

hallo kakak,,,
yuk berbagi ilmu lagi,,
Desa Kedungombo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur. Secara geografis, Desa Kedungombo terletak pada posisi 7° 21’ - 7° 31’ Lintang Selatan dan 110° 10’ - 111° 40’ Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa dataran sedang, yaitu sekitar 156 meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan data BPS Kabupaten Nganjuk, curah hujan rata-rata mencapai 2.400 mm. Curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember hingga mencapai 405,04 mm.
Berdasarkan data administrasi pemerintahan Desa Kedungombo tahun 2010, jumlah penduduknya adalah 6.704 orang dengan jumlah 1.846 KK. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani yang didukung oleh lingkungan alam yang menopang pertanian, utamanya adalah sawah beririgasi.
Jarak tempuh Desa Kedungombo ke ibu kota Kecamatan Tanjunganom yaitu sekitar 7 kilometer. Sedang jarak ke ibu kota Kabupaten Nganjuk adalah sekitar 17 kilometer.
Secara adminstratif, Desa Kedungombo dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Getas dan Desa Malangsari. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Plosoharjo, Kecamatan Pace. Di sisi selatan berbatasan dengan Desa Jati, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Sumberkepuh.
Dalam Profil Desa Kedungombo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, yang disusun oleh Tim Perumus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des) Tahun 2011 – 2015, dijelaskan bahwa Desa Kedungombo berawal dari sejarah perjuangan kemerdekaan melawan penjajah Belanda ketika masih berbentuk kerajaan. Para pejuang kemerdekaan dari wilayah Grobogan, Jawa Tengah, yang berjuang melawan untuk melawan kompeni di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro, kemudian melarikan diri karena terdesak oleh Kompeni Belanda. Di antara pejuang tersebut bernama Ki Musa, yang membuka lahan dengan menebangi hutan, yang kelak menjadi Desa Kedungombo sekitar abad 18. Pada awal berdirinya, Desa Kedungombo dahulu masih menyatu dengan Desa Plosoharjo, Kecamatan Pace dan Desa Pace Kulon.
Mengingat wilayah Desa Kedungombo merupakan hamparan air yang disebabkan oleh aliran sungai sebanyak 4 sungai besar sehingga menyerupai sebuah kedung, maka dinamakan Kedungombo. Lalu, melihat peta wilayah adanya keempat sungat tersebut, daerah ini dimekarkan menjadi Desa Kedungombo dari desa induknya, yaitu Desa Plosoharjo.
Pada masa Agresi Belanda ke 2, pusat pemerintahan Kabupaten Nganjuk pernah berada di Desa Kedungombo dalam masa pengungsian.
terimakasih

www.nurulitashop.com

Artis ibukota Rela Mudik Demi Jaga Warkop Emaknya

heloo kakak,,
siapa yg menyangka bahwa wanita cantik ini artis ibukota hehehe

Warung kopi dan nasi pecel sederhana itu sehari-hari selalu ramai pengunjung. Bangunannya menyatu dengan ruang tamu rumah, dan diberi papan nama ‘Warkop Bu Didik’. Lokasinya berada di tepi jalan raya jurusan Nganjuk-Sawahan, di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Tepatnya, di perbatasan antara Desa Kuncir, Kecamatan Ngetos dan Desa Semare, Kecamatan Berbek, yang suasananya didominasi area persawahan dan kebun. Hawanya pun terasa sejuk sepanjang hari, karena termasuk dalam kawasan lereng Gunung Wilis. 
Meskipun jauh dari keramaian kota, pengunjung selalu saja meluangkan waktu untuk mampir. Ada yang hanya nongkrong sambil minum kopi, atau ingin mengganjal perut dengan menu nasi pecel dan aneka sajian ala pedesaan. Jumlahnya bisa sampai ratusan orang per harinya, yang sebagian besar anak-anak muda.
Siapa sangka, ada daya tarik lain yang membuat warung ini selalu ramai pengunjung. Rupanya, yang melayani para pengunjung warung ini adalah seorang dara muda yang cantik jelita. Wanita 22 tahun itu bernama Andita Lela Karlita, atau sehari-hari akrab disapa Ita. Setiap pengunjung baik yang pertama kali datang atau sudah langganan pasti terpesona dengan kecantikan wanita muda ini, yang sekilas memang memiliki aura berbeda jika dibandingkan dengan gadis-gadis sebaya di desanya itu. Dengan tinggi badan 165 cm, tubuh langsung dan kulit putih bersih, serta rambut hitam ikal terurai sebahu, Ita tampak tidak canggung dan cukup lihai melayani setiap pembeli yang datang. “Ya, setiap hari saya bantu Ibu dan Bapak menjaga warung ini,” ucap Ita dengan nada lembut berbalut senyum nan ramah.
Siapa sebenarnya gadis cantik ini? Rupanya, Ita memang baru beberapa bulan ini pulang kampung ke desanya di Nganjuk. Sebelumnya, dia sudah bertahun-tahun tinggal di gemerlapnya kota Metropolitan Jakarta. Berbekal paras ayu dan tubuh semampai, Ita bahkan sempat mencicipi rasanya bermain peran dunia sinetron tanah air, salah satunya dengan menjadi pemeran pembantu di sinetron Tukang Ojek Pengkolan, yang tayang di stasiun televisi swasta RCTI. “Sejak dia (Ita) pulang dan mau bantu-bantu, warung jadi semakin ramai,” ujar Mursiyah, ibunda Ita.
Putri pasangan Mursiyah dan Didik ini memang sengaja meninggalkan peluang karirnya di Jakarta, dan memilih mendampingi ibu di desa, antara lain karena memang ingin berbakti kepada kedua orangtuanya. Selain itu, Ita mengaku punya tanggungjawab sebagai tulang punggung keluarga. “Lebih tenang dekat dengan orang tua Mas, menjaga sambil berbakti kan lebih baik,” ujar wanita yang pernah beradu acting dengan Sandy Tile alias Kang Aming di sinetron Tukang Ojek Pengkolan ini.
Kabar bahwa ada pemain sinetron cantik yang rela mudik demi menjaga warkop ibunya ini dengan cepat menyebar, bahkan sampai ke luar Nganjuk. Contohnya Very, 36, pria muda asal Mojoroto, Kota Kediri yang rela jauh-jauh datang ke Nganjuk, karena penasaran dengan kecantikan gadis penjaga warkop. Very mengaku mendengar informasi dari teman-temannya di sosmed, lalu merasa penasaran. “Ternyata memang  benar-benar cantik Bro! Kayak pemain sinetron itu,” ujarnya.
Gogik, 45, pengunjung warung lainnya warga Kelurahan Ganungkidul, Nganjuk, juga mengaku penasaran sekaligus ingin mencicipi kopi hasil racikan tangan si gadis pemain sinetron.”Mak nyus tenan kopinya,” ujar pria berkacamata itu. Bagaimana dengan anda? Penasaran juga? Monggo mampir ke warungnya
terimakasih

jangan lupa kunjungi www.nurulitashop.com

Sukomoro Nganjuk

hay kakak,,
disinilah aku tinggal,,kecamatan sukomoro,,,
sukomoro nganjuk adalah salah satu kecamatan yang berada di timur kabupaten nganjuk, dengan jalan raya atau jalan negara yang berada di tengah-tengah desa tersebut. Dengan kata lain jalan raya yang menjadi jalur penghubung antara Surabaya ke madiun ataupun sebaliknya.
Mata pencarian masyarakat di sukomoro nganjuk ini, umumnya bertani bawang merah atau brambang dan berdagang. Tak heran andai sukomoro menjadi sentra bawang merah karena masyarakatnya yang mayoritas menekuni bawang merah tersebut.
Sukomoro nganjuk yang sudah di kenal oleh kota-kota lain karena hasil buminya yaitu penghasil bawang merah, ternyata di sisi lain masih menjaga atau nguri-nguri kebudayaan leluhur. Mulai dari nyadranan, selametan, tayuban, piton-piton, wayang timplong dan lain-lain.
semangat religius juga tampak di sukomoro nganjuk, terlihat dari perayaan hari-hari besar islam seperti maulid nabi, khalal bi khalal, rejeban dan takbiran keliling desa, bukan hanya itu, di kelurahan sukomoro nganjuk ini juga terdapat pondok pesantren modern (Al-Islam). juga terdapat gereja kecil yang dekat dengan mushola, tak hanya itu juga ada klenteng Hok yoe kiong yang berdekatan dengan masjid besar sukomoro. Sikap saling menghormati dan persaudaraan sangat terlihat di sukomoro nganjuk ini.

AIR TERJUN ROROKUNING...

haloo kakak
sudahkah kalian mengunjungi wisata ini,,
jika kesini jangan hanya berwisata saja namun ketauilah jg sejarahnya ya :-)

Air Terjun Roro Kuning berada di ketinggian 600 m dpl dan memiliki tinggi antara 10-15 m. Air terjun ini mengalir dari tiga sumber dari Gunung Wilis yang mengalir merambat di sela-sela bebatuan padas di bawah pepohonan hutan pinus. Kemudian menjadi air terjun yang membentuk trisula. Dan karena proses mengalirnya itulah maka masyarakat Desa Bajulan menamakan air terjun merambat.
Di sekitar lokasi air terjun ini juga bisa dijumpai Air Terjun Ngunut setinggi ± 55 m, Air Terjun Pacoban Ngunut setinggi ± 95 m dan Air Terjun Pacoban Lawe setinggi ± 75 m. Jarak dari air terjun Roro Kuning menuju air terjun Pacoban Ngunut sekitar 4 km. Sedangkan untuk Coban Lawe dan Air Terjun Ngunut, harus berjalan kurang lebih 3 km lagi. Untuk menuju ke tiga air terjun tersebut sebaiknya mempersiapkan fisik sebelum kesana, karena jalannya cukup terjal.
Selain keindahan alam, air terjun Roro Kuning juga memiliki nilai sejarah. Di sekitar lokasi ini terdapat monumen perjuangan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Monumen ini dibangun untuk mengenang perjuangan Jenderal Sudirman saat memimpin perang gerilya melawan Belanda pada tahun 1949. Selain menumen, di tempat ini juga terdapat sebuah rumah sangat sederhana yang pada masa perjuangan dahulu sempat ditempati Pak Dirman selama satu minggu. Karena itulah selain menikmati keindahan alam, pengunjung air terjun Roro Kuning juga bisa sekaligus mengenang perjuangan Panglima Besar Sudirman.


Asal muasal
Nama Roro Kuning berasal dari Ruting dan Roro Kuning putri raja Kadiri dan Dhoho yang berkuasa sekitar abad ke 11-12. Ruting yang aslinya bernama Dewi Kilisuci dan Roro Kuning yang sebenarnya Dewi Sekartaji adalah putri semata wayang Lembu Amiseno dari Kerajaan Doho.
Ketika kedua putri raja itu sakit, di kerajaan tidak ada yang bisa menyembuhkan. Runting sakit kuning dan Roro Kuning sakit gondok dan kulit. Untuk mencari kesembuhan kedua putri raja mengembara masuk keluar hutan belantara, naik gunung turun gunung dan akhirnya singgah di lereng Gunung Wilis Desa Bajulan. Ketika sedang merenungi nasibnya sang putri bertemu dengan Resi Darmo dari Padepoan Ringin Putih desa Bajulan.
Di sinilah dua putri raja dirawat dan diberi obat ramuan tradisional oleh sang Resi yang sakti. Dengan ramuan dedaunan, sakit putri raja akhirnya bisa sembuh. Dalam proses penyembuhannya, putri Runting dan Kuning sering mandi di air terjun yang kemudian diabadikan oleh sang Resi menjadi nama air terjun.

terimakasih

www.nurulitashop.com

Sejarah Kabupaten Nganjuk

hay kaka,, 
untuk warga asli nganjuk pasti kepo kan sejarah nganjuk eheheheh
belajar lagi yuk,,,



Sejarah kota Nganjuk
Dari berbagai sumber sejarah diketahui bahwa, disekitar tahun 929 M, di Nganjuk, tepatnya di Desa Candirejo Kecamatan Loceret, telah terjadi pertempuran hebat antara prajurit Pu Sendok, yang pada waktu itu bergelar Mahamantri I Hino (Panglima Perang) melawan bala tentara Kerajaan Melayu/Sriwijaya.
Sebelumnya pada setiap pertempuran, mulai dari pesisir Jawa sebelah barat hingga Jawa Tengah kemenangan senantiasa ada dipihak bala tentara Melayu. Kemudian pada pertempuran berikutnya, di daerah Nganjuk, bala prajurit Pu Sendok memperoleh kemenangan yang gilang gemilang. Kemenangan ini tidak lain karena Pu Sendok mendapat dukungan penuh dari rakyat desa-desa sekitarnya. Berkat keberhasilan dalam pertempuran tersebut, Pu Sendok dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Sri Maharaja Pu Sendok Sri Isanawikrama Dharmatunggadewa.
Kurang lebih delapan tahun kemudian, Sri Maharaja Pu Sendok tergugah hatinya untuk mendirikan sebuah tugu kemenangan atau Jayastamba dan sebuah Candi atau Jayamerta. Dan terhadap masyarakat desa sekitar candi, karena jasa- jasanya didalam membantu pertempuran, oleh Pu Sendok diberi hadiah sebagai desa perdikan atau desa bebas pajak dengan status sima swatantra :ANJUK LADANG”. Anjuk berarti tinggi, atau dalam arti simbolis adalah : mendapat kemenangan yang gilang gemilang; Ladang berarti tanah atau daratan. Sejalan dengan perkembangan zaman kemudian berkembang menjadi daerah yang lebih luas dan tidak hanya seke­dar sebagai sebuah desa.

Sedangkan perubahan kata “ANJUK” menjadi Nganjuk, karena proses bahasa, atau merupakan hasil proses perubahan morfhologi bahasa, yang menjadi ciri khas dan struktural bahasa Jawa. Perubahan kata dalam bahasa Jawa ini terjadi karena : gejala usia tua dan gejala informalisasi, disamping adanya kebiasaan menambah konsonan sengau “NG” (nasalering) pada lingga kata yang diawali dengan suara vokal, yang menunjukkan tempat. Hal demikian inilah yang merubah kata “ANJUK” menjadi “NGANJUK”.
Angka tahun yang tertera pada prasasti Candi Lor adalah tanggal 12 bulan Caitra tahun 859 Caka atau bertepatan dengan tanggal 10 April 937 M. Kalimat yang menunjuk angka tahun tersebut berbunyi : “SWASTI QAKAWARSATITA 859 CAITRAMASA TITHI DWADASIKRSNAPAKSA”. Yang jika diterjemahkan, kurang lebih berbunyi : Selamat Tahun Saka telah berjalan 859 Tahun Pertengahan pertama bulan Caitra tanggal 12″.
Berdasarkan kajian dan analisis sejarah inilah, maka tanggal 10 April 937 M disepakati sebagai hari Jadi Nganjuk, selanjutnya dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Nganjuk Nomor : 495 Tahun 1993 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Nganjuk.
Sejarah Candi Lor & Tradisi Masyarakat Sekitar
Candi Lor merupakan salah satu peninggalan dari dinasti Isyana yang didirikan oleh Mpu Sendok yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Medang kamulan. Sebelum Mpu sendok mendirikan kerajaan ini. Mpu sendok merupakan raja dari kerajaan mataram kuno. Sebelumnya, mataram kuno pusat kerajaannya berada di jawa tengah, namun karena ada beberapa faktor yang salah satunya adalah ancaman bencana alam dari gunung merapi. Maka, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa Timur yang kemudian di beri nama kerajaan Medang Kamulan. Kata medang merupakan nama lain dari Mataram sedangkan Kamulan berasal dari kata mula yang artinya yang awalnya.
Kemudian Mpu sendok pun mendirikan sebuah tugu di Anjuk ladang dan punden berundak-undak sebagai tanda keberhasilannya yang kemudian disebut candi lor.Candi ini melambangkan perjuangan Mpu Sendok dalam melawan musuhnya dari Melayu yang akhirnya dimenangkan oleh Mpu Sendok. Mpu Sendok juga berjasa kepada masyarakat sekitar yang pada masa itu terbelit pajak. Mpu Sendok kemudian mampu membebaskan rakyat Anjuk Ladang dari pemaksaan pembayaran pajak. Mpu Sendok hanya meminta kepada rakyat Anjuk ladang merawat Jayastamba, yang merupakan tugu kemenangan Mpu Sendok atas Melayu.

Hari kemenangan tersebut jatuh pada tanggal 10 April, yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Nganjuk. Meskipun dijadikan sebagai salah satu pariwisata kabupaten Nganjuk, masyarakat sekitar masih banyak yang menggunakan candi ini sebagai sarana upacara adat,ritual, dan lain sebagainya. Masyarakat sekitar Nganjuk jugamasih menghargai nilai-nilai budaya serta warisan sejarah tempat tinggal mereka sendiri dengan cara ikut serta menjaga candi ini agar tetap lestari dan bisa dijadikan objek wisata yang indah dan diminati banyak orang.
Nganjuk pada masa Belanda

Sejarah pemerintahan kabupaten Pace sangat sulit diungkapkan. Karena kurangnya data yang dapat menjelaskan keberadaannya. Demikian pula halnya dengan mata rantai hubungan antara kabupaten Pace dengan kabupaten Berbek. Sehubungan dengan hal tersebut maka pembahasan tentang sejarah pemerintahan kabupaten Nganjuk dimulai dari keberadaan kabupaten Berbek bahwa Berbek, Godean, Nganjuk dan Kertosono merupakan daerah yang dikuasai belanda dan kasultanan Yogyakarta, sedangkan daerah Nganjuk merupakan mancanegara kasunanan Surakarta.
Timbul pertanyaan, apakah keempat daerah tersebut mempunyai status sebagai daaerah kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati (Raden Tumenggung) atau berstatus lain? Dari silsilah keturunan raja negeri bima, silsilah Ngarso Dalem Sampean Dalem ingkang Sinuwun Kanjeng Sulatan Hamengkubuwono1 atau asal usul Raden Tumenggung Sosrodi-Ningrat Bupati Nayoko Wedono Lebet Gedong Tengen Rajekwesi dapat diperoleh kesimpulan bahwa memang benar daerah-daerah tersebut pada waktu itu merupakan daerah kabupaten.
Adaoun penguasa daerah Berbek dan Godean dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.Raja bima mempunyai seoarang putra, yaitu: Haji Datuk Sulaeman, yang kawin dengan putri Kyai Wiroyudo dan berputra 4 (empat) orang yaitu;
-Nyai Sontoyudo
-Nyai Honggoyudo
-Kyai Derpoyudo
-Nyai Damis Rembang
2.Nyai Honggoyudo berputra:
-Raden Ayu Rongso Sepuh
-Raden Ayu Tumenggung Sosronegoro
-Raden Ngabei Kertoprojo
-Mas Ajeng Kertowijoyo
3.Raden Tumenggung Sosronegoro I,Bupati Grobongan, mempunyai putra sebanyak 30(tiga puluh) orang, antara lain:
-Raden Tumenggung Sosrodiningrat I (putra I)
-Reden Tumenggung Sosrokoesoemo I (putra VII)
-Raden Tumenggung Sosrodirjo (putra ke XXIII)
4.Raden Tumenggung Sosrokoesoemo I adalah Bupati Berbek (sebelum pecah dengan Godean) Berputra sebanyak 19 (sembilan belas) orang, antara lain :
-RMT Sosronegoro II(putra ke-2)
-RT. Sosrokoesoemo II (putra ke-11).
Menurut pengamatan ketika RT Sosrokoesoemo I meninggal dunia, telah digantikan adiknya, yakni RT Sosrodirdjo sebagai Bupati Berbek. Setelah itu Berbek di pecah menjadi dua daerah, yaitu berbek dan godean. RT. Sosrodirdjo tetap memimpin daerah Berbek, sedangkan Godean dipimpin oleh keponakannya yaitu RMT. Sosronegoro II (putra kedua dari RT Sosrokoesoemo I). selanjutnya, menurut perkiraan, setelah kedua bupati tersebut surut/pension, kabupaten Berbek yang dipimpin oleh RT. Sosrokoesoemo II (Putra ke-11 dari RT.Sosrokoesoemo I).
Tentang kabupaten Nganjuk dan Kertosono belum dapat diungkapkan lebih kauh, karena dalam perkembangan selanjutnya kedua daerah tersebut bergabung manjadi satu dengan daerah Berbek, yang diperkirakan terjadi sebelum tahun 1852. Adapun bupati Nganjuk sekitar tahun 1830 adalah RT.Brotodikoro, sedangkan bupati Kertosono adalah RT. Soemodipoero.
Nganjuk Sekitar Tahun 1830
Perjanjian Sepreh, pada tanggal 3 juli 1830 atau tanggal 12 bulan suro tahun 1758, telah diadakan suatu pertemuan di Pendopo Sepreh oleh Raad Van Indie Mr.Pieter Markus, Ridder Van de Orde Van de Nederlandsche leeuw, Commisaris ter Regelling de Vorstenlanden untuk mengatur daerah-daerah mancanegara kesunanan Surakarta atau kesultanan Yogyakarta, sebagai tindak lanjut dari persetujuan antara Neterlandsch Gouverment dengan yang mulia saat itu akan ditempatkan dibawah pengawasan dan kekuasan Nederlandsch Gouverment.
Keesokan harinya, pertemuan tersebut telah menghasilkan “Perjanjian Sepreh Tahun 1830” yang ditandatangani dengan teraan-teraan cap dan bermaterai oleh 23 Bupati dari residensi kediri dan residensi Madiun, dengan disaksikan oleh Raad Van Indie, Komisaris yang mengurus daerah-daerah kraton serta tuan-tuan Van Lawick Van Pabst dan J.B. de Solis, residen Rembang. Berdasarkan persetujuan tersebut mulai saat itu Nederlandsch Gouverment melaksanakan pengawasan tertinggi dan menguasai daerah-daerah mancanegara. Apabila dicermati, ternyata salah satu dari 23 Bupati yang telah ikut menandatangani perjanjian tersebut adalah raden Tumenggung Brotodikoro, regency van Ngandjoek. Mengapa demikian hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bahwa yang mengikuti pertemuan di Pendopo Sepreh hanyalah bupati-bupati mancanegara dari Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, sedangkan bupati Berbek dan bupati Kertosono, sebagaimana diuraikan dimuka, adalah merupakan bupati dari daerah-daerah yang telah dikuasai dan mulai tunduk dibawah pemerintah belanda jauh sebelumnya.
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak adanya Perjanjian Sepreh 1830, atau tepatnya tanggal 4 juli1830, maka semua kabupaten di nganjuk (Berbek, Kertosono dan Nganjuk ) tunduk dibawah kekuasaan dan pengawasan Nederlandsch Gouverment.
Nganjuk Setelah Perjajian Sepreh, pada tanggal 31 Agustus 1830, atau hampir dau bulan setelah Perjanjian Sepreh, pemerintahan Hindia Belanda mengadakan penataan-penataan / pengaturan-pengaturan atas kabupaten-kabupaten yang telah berada dibawah pengwaasan dan kekuasaanya. Tentang penataan ini dapat dilihat dalam surat pemerintahan Hindia Belanda Y1.La.A.No.1, Semarang, 31 Agustus 1830, yang berisikan tentang hasil konperensi dari Gubernur Jendral dengan komisaris-komisaris yang mengurus / mengatur daerah-daerah keratin.
Dari hasil konperensi tersebut, kemudian keluar satu keputusan tetang rencana dari Pemerintah Hindia Belanda, yang antara lain menerangkan bahwa:
Pertama: Menentukan bahwa daerah mancanegara bagian timur akan terdiri dari dua residensi, yaitu Residensi Kediri dan Residensi Madiun
Kedua: Bahwa Residensi Madiun akan terdiri dari kabupaten-kabupaten: Kedirie, Kertosono, Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan kalangbret. Dan selanjutnya dari Distrik-distrik Blitar, Trenggalek, kampak dan yang lebih timur sampai dengan batas-batas dari Malang; baik batas dari kabupaten-kabupaten maupun distrik juga akan diatur kemudian.
Ketiga: Bahwa Residensi Kediri akan terdiri dari kabupaten-kabupaten :Kedirie, Kertosono, Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan Kalangbret. Dan selanjutnya dari Distrik-dastrik Blitar, trenggalek, Kampak dan yang lebih ke Timuar sampai dengan batas-batas dari Malang: baik batas dari Kabupaten-kabupaten maupun Distrik-distrik juga akan diatur kemudian. Sebagai realisasinya, pada kurun waktu empat bulan kemudian ditetapkanlah Resolusi No 10 Tanggal 31 Desember 1830, yang berisikan tentang pelaksanaan dari Skep. Tanggal 31 Agustus 1830 tersebut di atas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam isi Resolusi tersebut, khususnya pada bagian keempat, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
Keempat: juga sangat disayangkan, dari Skep, tanggal 31 Agustus Y1. La. No 1 terpaksa disetujui (diperkuat) dua Residensi dalam kabupaten-kabupaten:
a.Residensi Madiun dalam kabupaten - kabupaten:
Madiun
Poerwo-dadie
Toenggoel
Magetan
Gorang-gareng
Djogorogo
Tjaruban
b.Residensi Kedirie dalam kabupaten - kabupaten:
Kedirie
Nganjoek
Berbek
Kertosono
Dari hasil pengamatan kedua dokumen tersebut, dapat diketahui bahwa setelah penyerahan pengawasan dan kekuasaan atas daerah-daerah mancanegara oleh Suhunan dari surakarta dan Sultan dari Yogyakarta kepada pemarintah Hindia Belanda, maka pemerintah Hindia Belanda telah menerapkan tiga wilayah pemerintahan yaitu:Kabupaten Ngandjoek, kabupaten Berbek dan kabupaten Kertosono.
Tentang para penjabat Bupati dari ketiga kabupaten tersebut , ditetapkan dengan akte Komisaris Daerah-daerah yang telah diambil alih, yang ditandatangani di Semarang 16 juni 1831, oleh van Lawick van Pabst, dengan tiga personalia Bupati sebagai berikut :
Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo sebagai Bupati Berbek
Raden Toemenggoeng Brotodikoro sebagai Bupati Nganjuk dan
Raden Toemenggoeng Soemodipoero sebagai Bupati Kertosono
Penetapan pejabat-pejabat Bupati tersebut bersamaan dengan penetapan pejabat Bupati yang lain dalam Residensi kedirie: Bupati Kedirie Raden Mas Toemenggoeng Ario Djojoningrat; Bupati Ngrowo – Radeen DIpati Djajengningrat; Bupati Kalangbret – Radeen Toemenggoeng Mangoondikoro; dan Bupati Srengat Radeen Ngabey Mertokoesoemo.
Air terjun Sedudo
Dibalik Mitos Air Terjun Sedudo Nganjuk
Kaya rempah-rempah, Bisa jadi Obat Awet Muda
Banyak yang menyakini jika air terjun Sedudo mampu membuat awet muda siapa saja yang mandi disana. Ada apa dibalik mitos itu?
Jika kita mendengar wisata air terjun Sedudo yang terletak di Desa Ngliman Kec Sawahan, akan selalu muncul dibenak kita jika air terjun ini mempunyai banyak khasiat, salah satunya adalah menjadi obat awet muda.
Hal ini banyak diyakini masyarakat sekitar, juga masyarakat diluar Nganjuk. Terbukti jika wisata air terjun ini tak pernah sepi dari pengunjung. Baik yang hanya sekedar ingin menikmati pemandangannnya yang indah, atau memang sengaja ingin membuktikan mitos yang banyak berkembang itu.Namun tak banyak yang tahu apa yang menyebabkan air terjun yang berada di Kab Nganjuk bagian selatan itu mempunyai mitos seperti ini.
Kalangan sejarah menilai,mitos ini berdasar atas sejarah terbentuknya air terjun itu dan kajian ilmiah. Ada sejarah dan perkiraan secara ilmiah tentang mitos itu. Dari tinjauan sejarah, saat itu air terjun Sedudo dibuat oleh salah satu tokoh warga sekitar bernama Sanak Pogalan.
Ia merupakan petani tebu yang harus menelan kecewa dari peenguasa jaman itu. Karena kekecewaannya inilah, ia kemudian menjadi yang mukim pertama disekitar sumber air terjun Sedudo. Dalam tapanya, ia berniat untuk menenggelamkan Kota Nganjuk dengan membuat sumber air yang sangat besar.
’’Dia bersumpah untuk menenggelamkan desanya itu. Dan dibuatlah sumber air yang sangat besar,’’ Karena kesucian Sanak Pogalan inilah, sebagian warga meyakini jika sumber air terjun Sedudo, mengandung beberapa khasiat, salah satunya menjadi obat awet muda.
Selain tentang sejarah, ia juga menduga jika secara ilmiah khasiat obat awet muda dari air terjun Sedudo ini bisa diraba. Pada jaman kerajan dulu, ada tokoh bernama Kyai Curigonoto yang sengaja mengasingkan diri di atas lokasi air terjun.
Dalam pengasingannya itu, Kyai Curigonoto berniat untuk menjadikan hutan itu sebagai kebun rempah-rempah. Karena menganggap jika tanah hutan, bisa menjadi mediayang sangat bagus untuk mengembangkan rempah-rempah yang saat itu menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Kyai Curigonoto lantas meminta Raja Kerajaan Kediri untuk mengirim rempah-rempah ke tempat pengasingannya itu. Namun, tak begitu jauh dari tujuannya, tiba-tiba gerobak-gerobak yang mengangkut rempah-renpah itu terguling diantara sumber air terjun Sedudo. ’’Lalu rempah-rempah ini tumbuh subur hingga memenuhi hutan yang menjadi tempat sumber air terjun Sedudo,’’.Sehingga, air yang mengalir keair terjun Sedudo banyak mengandung rempah-rempah itu.’’Secara otomatis, rempah-rempah ini mampu menjadi obat yang multi khasiat, salah satunya adalah memmbuat wajah tampak bersih. Sehingga kelihatan awet muda,’’
Mitos ini juga dijunjung tinggi oleh Pemkab Nganjuk sendiri. Buktinya, setiap bulan Syuro, Pemkab Nganjuk menggelar ritual ‘Siraman’. Dimana akan banyak masyarakat Nganjuk yang mandi bersama di lokasi wisata air terjun ini. ’’Memang budaya siraman ini menjadi agenda tahunan Pemkab Nganjuk. Selain untuk menarik wisatawan, juga untuk melestarikan budaya yang sudah ada ratusan tahun silam itu,
Air terjun Singokromo
Air Terjun Singokromo memang masih perawan dan alami sehingga harus berjalan kaki melewati jalan setapak di dalam hutan untuk mencapainya. Sejumlah warga memilih untuk merayakan libur panjang ini di Air Terjun Singokromo.
Puncak Gunung Wilis di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menyimpan sejuta pesona alam yang luar biasa. Selain memiliki Air Terjun Sedudo, di balik gunung tersebut ada air terjun lain yang tidak kalah indah. Namanya Air Terjun Singokromo yang masih perawan dan sangat alami.
Air Terjun Singokromo merupakan satu dari 10 deretan air terjun yang ada di puncak Gunung Wilis. Letaknya lebih tepat di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Kondisi air terjun ini masih sangat alami dan belum tersentuh pembangunan pemerintah sedikitpun. Tak heran, jalan menuju objek wisata satu ini hanya berupa jalan setapak dengan menuruni lembah di dalam hutan.
Namun, Anda tak perlu khawatir. Rasa lelah setelah berjalan kaki sejauh 1 kilometer akan terobati setelah sampai di bawah air terjun. Ya, selain indah, air terjun setinggi lebih dari 50 meter ini memang benar-benar masih perawan dan sangat alami. Sejumlah pengunjung memilih mengisi hari libur Tahun Baru mereka di Air Terjun Singokromo karena belum terlalu banyak tangan manusia yang menjamah dan mengotorinya.
“Tempatnya masih bersih, sejuk, alami. Udaranya masih enak,” kata Arifin, salah seorang pengunjung.
Sesuai namanya, singo berarti “singa atau harimau” dan kromo berarti “kawin”, dahulunya air terjun ini merupakan tempat yang dikenal angker. Jarang ada manusia yang berani datang karena merupakan tempat berkumpul dan kawinnya harimau di lereng Gunung Wilis.
Berbagai mitos dan kepercayaan mistis terhadap air terjun ini juga masih sangat lekat hingga sekarang. Terbukti, setiap malam bulan purnama banyak warga yang masih mendatangi air terjun ini untuk mengambil airnya karena diyakini ampuh untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sementara, bagi yang belum memiliki jodoh, dengan mandi Air Terjun Singokromo juga dipercaya akan segera bertemu dengan jodohnya.
“Masih banyak yang ritual di sini, terutama setiap malam bulan purnama,” tutur Tulus, juru kunci Air Terjun Singokromo.
Anda boleh percaya atau tidak, tapi itu merupakan keyakinan yang sampai kini masih melekat bagi sebagian masyarakat. Namun, terlepas dari hal tersebut, Air Terjun Singokromo merupakan satu dari sepuluh deretan air terjun yang ada di puncak Gunung Wilis. Dua di antaranya sudah bisa dijangkau wisatawan, seperti Air Terjun Sedudo dan Air Terjun Singokromo.
Sementara delapan air terjun lainnya hanya bisa dijangkau oleh warga Desa Ngliman dengan berjalan kaki hingga puluhan kilometer. Itupun lokasinya berada di puncak gunung dengan area sekeliling masih sangat curam, seperti Air Terjun Segunting, Air Terjun Banyuselawe, Air Terjun Banyuiber, Air Terjun Cagak, Air Terjun Selanjur, Air Terjun Jeruk, Air Terjun Banyupait, dan Air Terjun Cemoro Kandang.
Berikut adalah legenda asal usul Air Terjun Sedudo
Pada zaman kerajaan Kediri, sang raja memiliki seorang putri yang mempunyai penyakit aneh seperti cacar namun sangat menjijikan bagi yang melihatnya, akhirnya oleh sang raja yang tidak lain ayahnya sendiri putri tersebut di suruh untuk berobat ke sebuah padepokan yang berada di daerah Pace. Pemilik padepokan sekaligus teman dari raja ini disuruh menyembuhkan dan menyembuyikan identitas sang putri dari rakyat sekitar. Akhirnya setiap pagi putri di mandikan di air terjun Roro Kuning untuk menyembuhkan penyakit sekaligus pada pagi hari air terjun roro kuning belum dipakai oleh rakyat sekitar.
Kian hari penyakit putri berangsur – angsur sembuh, paras cantiknya kian terlihat kembali, anak dari pemilik padepokan tersebut mulai mengetahui siapa si putri ini. Bahwa si putri tersebut adalah anak dari raja Kediri yang sedang berobat di padepokan milik ayahnya. Akhirnya kedua anak dari pemilik padepokan tersebut mengejar hati dari putri kerajaan Kediri.
Pada akhirnya ketiga insan tersebut merajut cinta, namun cerita barulah bermulai ketika si putri tersebut sembuh dari penyakitnya. Akhirnya sang raja dari kerajaan Kediri menjodohkan putri tersebut dengan calon pilihan sang ayah yang tidak lain adalah raja dari kerajaan Kediri, lalu kedua anak dari pemilik padepokan tesebut patah hati berat. Akhirnya sampai berbulan - bulan kedua anak tersebut mengurung diri di sebuah kamar, hingga suatu ketika mereka keluar dari kamar dengan sikap yang berubah total. Dulu yang begitu ramah dengan orang sekitar kini kedua anak tersebut tidak memiliki sopan santun sama sekali terhadap orang lain semenjak peristiwa tesebut.
Karena sikap yang dimiliki oleh kedua anaknya, akhirnya membuat pemilik padepokan tersebut yang tidak lain adalah ayahnya sendiri mengutus kedua anak tersebut bersemedi untuk melupakan jalinan kasih dengan putri kerajaan Kediri, namun sebelum melakukan semedi kakak beradik ini mengucapkan sebuah ikrar sang adik tidak akan pernah sopan santun lagi kepada orang lain sedangkan sang kakak akan selalu hidup melajang.
Sang kakak bertapa di sebuah air terjun tertinggi maka dari itu air terjun yang berada paling tinggi di namakan air terjun Sedudoyang artinya “Sing mendudo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “yang melajang”, sedangkan adiknya bertapa di air terjun SingoKromo yang artinya “Sing Ora Kromo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “yang tidak memiliki sopan santun”. Letak dari air terjun SingoKromo berada di bawah airSedudo. Nama dari kedua air terjun tersebut di ambil dari janji mereka sewaktu akan melakukan semedi dulu.
terimakasih

www.nurulitashop.com

Sedudo Nganjuk

CERITA SEDUDO

Dahulu hiduplah sebuah
Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk. Mereka adalah Begawan, istri nya Dewi
Sri serta adik ipar nya Barata. Mereka adalah keluarga yang disegani masyarakat sekitar bahkan
sebagai panutan dan sesepuh di desa tersebut. Mereka sangat taat pada agama.
Segudang ilmu agama telah ia kuasai sehingga bila ada orang yang memerlukan mereka dengan senang membantunya. 
Dalam kehidupan sehari - hari mereka sangat baik suka menolong rela berkorban demi kepentingan umum atau orang lain. Tidak pernah berfikir tentang kepentingan pribadi. Mereka berpandangan hidup
adalah milik Alloh dan akan kembali kepada-Nya. Oleh karena itu banyak orang yang datang untuk belajar agama minta nasehat maupun minta berkah do’a darinya.

Namun suatu ketika situasi sedikit berubah, entah setan dari mana yang telah merasuki salah satu darinya, Barata sering melakukan hal hal tercela. Ia tidak suka lagi membantu orang yang sedang
susah bahkan menghinanya. Bahkan ia sering mengganggu ketentraman warga sekitarnya.
Pernah suatu ketika Begawan melihat Barata bercakap – cakap dengan seseorang. ” Den tolong saya den. Berilah saya sesuatu, anak dan istriku seharian belum makan. ” kata si fakir miskin.”Kalau belum makan, pergi saja ke warung. Jadi orang jangan malas. Mana mungkin kamu punya sesuatu kalau tidak mau bekerja. Lalu apa urusan nya dengan ku ?” jawab Barata. ” Tolong saya den berikan saya sedikit makanan untuk keluarga saya den kali ini saja.” Kata si miskin. ” enak saja kamu minta makanan padaku.  Memang kamu siapa? Pergi sana. Dasar orang miskin kerjaan nya cuma minta – minta saja. ” Apakah tidak ada rasa kasihan den..melihat saya dan keluarga saya Den?” pinta si fakir miskin itu dengan belas kasihan.

” aku tidak peduli! Kamu mau kelaparan pun aku tak peduli sama kamu.” Gertak Barata. Mendengar hal itu Begawan sangat marah kepada Barata karena tindakan Barata sangat tidak terpuji dan
tidak seharus nya di lakukan. Oleh karena itu Begawan ingin menasehati Barata. Pada suatu hari Begawan memanggil Barata di ajak duduk berdua.

” Barata pantaskah perbuatanmu kemarin sebagai orang yang hidup di dunia ini memperlakukan sesama dengan semena mena?
” Dia itu orang malas kalau tidak diberi pelajaran mana mungkin ia berubah? Terjadilah perang mulut diantara mereka. Mereka berbeda pandangan, maka tidak pernah lagi ada kecocokan. Dipuncak
kemarahanya, Begawan terpaksa harus mengusir adik iparnya dari rumah.
” Kalau memang demikian maumu lebih baik kamu pergi dari rumah ini atau aku yang pergi, kita tidak sejalan lagi.” kata Begawan.
” Baiklah aku akan pergi sekarang!” jawab Barata. Barata pergi dan mengembara jauh meninggalakan Gunung Wilis. Dewi Sri sangat sedih karena Begawan mengusir adiknya.Padahal Barata
sudah tidak punya siapa – siapa kecuali kakaknya Dewi Sri. Ia bingung harus berbuat apa. Lebih berat adiknya atau suaminya, keduanya sangat dicintainya.

” Kanda mengapa kanda tega mengusir Barata dari sini? tanya Dewi Sri.
” Karna dia sudah tidak pantas disini, tidak bisa jidadikan contoh masyarakat,semua ilmu yang sudah aku ajarkan di abaikan.”
” Kanda aku mohon jangan usir dia.. Aku mohon kanda.” Pinta Dewi Sri kepada suaminya.
” Aku tak bisa istriku, dia sudah keterlaluan dan tidak bisa dinasehati lagi. Biar ia dapat mengambil pelajaran dari semua ini, kalau memang kamu berat dengan adikmu dan semua sifat tercelanya itu, terserah kamu. Berat mana antara suami dan adik? Dewi Sri pun bingung untuk  memilih. Dan akhir nya Dewi Sri memutus kan untuk pergi mengembara mencari adik satu satunya itu.Tinggalah
Begawan sendiri di rumah. Begawan berusaha untuk mencegah kepergian istrinya tetapi gagal ia sudah bertekat bulat untuk mencari adiknya. Begawan merenungi semua kejadian ini. Dia tidak punya pilihan lain kecuali harus hidup menyendiri sebagai seorang duda.
Dia pun bergi

untuk membersihkan diri mohon petunjuk kepada Alloh dengan cara bertapa di bawah air terjun yang sangat tinggi untuk selamanya. Orang – orang sekitar yang memerlukan bagawan sering mengunjungi untuk minta nasehat atau petuahnya. Anehnya selama bertapa begawan tidak pernah berubah ia selalu tampak muda terutama di awal tahun baru hijriah Muharam atau bulan Suro. Semenjak itulah banyak orang yang berdatangan untuk mensucikan diri dan mencari berkah di sana. Mereka percaya barang siapa yang melakukan ritual di bawah air terjun tersebut akan mendapat berkah dan awet muda terutama di awal tahun baru hijriah atau bulan Suro. Dan air terjun tersebut di kenal dengan nama SEDUDO yang artinya seorang dudo. Sampai sekarang masyarakat masih percaya dengan mitos tersebut. 

Banyak masyarakat yang datang ke air terjun sedudo untuk mandi mensucikan diri agar
mendapat berkah dan awet muda. Terutama di tahun baru Hijriah atau bulan Suro.

terimakasih,,
jangan lupa kunjungi nurulitashop.com jg yaaa

KISAH MBAH GENDHONG NGLUYU NGANJUK

A. Mataram dalam Pemerintahan Panembahan Senopati (1586 – 1601) dan Pemerintahan Panembahan Seda Krapyak (1601 – 1613).

Setelah Pajang dan Demak dapat ditaklukkan, Panembahan Senopati berniat menjadi Raja Jawa. Sesudah mendapat persetujuan dari Sunan Giri, dikumpulkanlah semua Bupati yang telah takluk beserta bala tentaranya. Setelah mustaid segala-galanya, berangkatlah Baginda Panembahan Senopati akan menaklukkan Surabaya yang telah bersekutu dengan Panembahan Madiun dan Bupati Ponorogo. Laskar kedua belah pihak bertemu di Japan, tetapi untunglah pertempuran belum terjadi, karena datang dari pesuruh Sunan Giri untuk melerai kedua laskar itu. Masing-masing lalu pulang ke negerinya. Tetapi Surabaya bersikeras untuk melawan Mataram juga, karena mendapat bantuan dari Madiun dan Ponorogo. Ketika hal itu terdengar Panembahan Senopati, Madiun dan Ponorogo diserang sampai tunduk. Sesudah itu Pasuruan dan Kediri juga dapat dilumpuhkan.

Pada tahun 1587 Pajang dan Demak melawan, tetapi juga dapat ditundukkan lagi. Adipati Pajang lari ke Banten. Lain dari pada itu masih ada lagi negeri yang melawan antara lain Bupati Pati yang bernama Pragula. Panembahan Senopati menitahkan menaklukkan Bupati Pragula tersebut. Laskar Mataram dipimpin oleh Tumenggung Wiraguna. Dalam sebuah pertempuran hebat Bupati Pragula gugur. Semua putri diboyong ke Mataram oleh Tumenggung Wiraguna
B. Riwayat Hidup, Perjalanan Pangeran Suromangundjoyo Selayang Pandang.

Ketika Pati ditundukkan, putra Adipati Pragula yang bernama Pangeran Suromangundjojo beserta istri, keponakan, dan pengikut setianya berhasil melarikan diri ke Giri Gresik. Oleh Sunan Giri diberi petuah-petuah berbagai ilmu dan ajaran agama, kemasyarakatan, pertanian dan sebagainya.
Pangeran Suromangundjojo di Giri membuat tempat pemandian yang sampai sekarang dikenal dengan nama Telaga Giri. Oleh Sunan Giri, Pangeran Suramangunjaya dianjurkan membuat dan mendirikan desa di hutan Ngluyu dan Cabe. Dalam perjalanan menuju ke hutan Ngluyu dan Cabe, keponakan Pangeran Suromangundjojo yang menyertai beliau, ada yang jatuh cinta dengan penari Jawa (tandak) di desa Tlebung, daerah Bojonegoro. Selanjutnya bertempat tinggal di desa tersebut.
Pangeran Suromangundjojo meneruskan perjalanan menuju ke hutan Ngluyu dan Cabe, kemudian langsung menuju (njujuk : jujugan : jawa) dekat Ngluyu. Kemudian di kenal dengan nama/sebutan Jonggan. Pada waktu itu keponakan Pangeran Suromangundjojo yang bernama Suramangunonengan merasa sangat haus. Lalu tongkat Suromangundjojo ditancapkan di tanah, maka keluarlah air, selanjutnya menjadi sumber air yang sekarang dikenal orang dengan nama Sendang Sumber Waras atau Sendang Anggara sampai sekarang.

Sementara keponakan Pangeran Suromangundjojo membabat hutan Cabe, didirikan Desa Cabean. Pangeran Suromangundjojo membabat hutan Ngluyu, didirikan Desa Ngluyu. Beliau menetap di desa Ngluyu sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di sebelah barat laut desa yang sampai sekarang kita kenal sebagai makam mBah Gedhong.

CERITA TENTANG KEJADIAN ANEH
Menurut cerita yang ditulis Supardi Samani ayah Bambang Sancoko yang juga turun kedelapan Eyang Suromangundjojo, bahwa jarit parang merupakan kesukaan atau klangenan Pangeran Suromangundjojo. Kecuali itu beliau juga mempunyai piaraan macan putih, dan tidak suka minum minuman keras. Dan beliau berpesan agar orang lain termasuk anak turunnya tidak memakai jarit parang dan tidak minum minuman keras. Hal ini persis dengan apa yang pernah diterima Drs. Harmadi melalui wisik. Ketika itu Harmadi baru saja memangku jabatannya sebagai Camat Ngluyu. Dalam mimpinya pernah didatangi oleh sosok-sosok leluhur sebagaimana yang banyak diceritakan banyak orang tersebut. Karenanya dia sendiri menyakini adanya misteri jarit parang tersebut.

Selain dilarang memakai jarit parang dan menyediakan minuman keras, kata Juru Kunci Djakiran, Eyang Suromangundjojo yang diyakini makamnya ada di makam Gedong itu juga memberikan pantangan bagi para peziarah. Para peziarah seperti dituturkan juru kunci, harus dalam keadaan suci lahir bathin. Peziarah diwajibkan memakai sarung dan tidak memakai celana dalam. Biasanya setiap malam Jum’at Pahing ada sekitar 100 hingga 200 peziarah, hingga oleh juru kunci dibuatkan tempat khusus untuk menampung peziarah. Sebab, kata Djakiran, para peziarah juga banyak dari luar jawa. Misalnya Kalimantan, Bali, Sumatera.

Bagi peziarah diwajibkan suci dari hadast besar maupun kecil layaknya hendak sembahyang, hal itu dibenarkan Camat Ngluyu Gunarto. Bahkan, dia sendiri mengakui, bahwa pihaknya bersama Muspika pada saat menjelang Pemilu Legislatif tahun 2004 sempat sowan, ziarah ke makam mBah Gedong. Tujuannya agar Ngluyu aman. Ketika itu Kapolsek lupa belum melepas celana dalamnya. Akibatnya Pak Kapolsek merasakan ada yang menghempaskan hingga terhengkang.

Cerita lainnya yang dialami masyarakat Ngluyu dan sekitarnya adalah sebagai berikut :
1. Masih segar dalam ingatan, kejadian aneh bulan April 2004 yang lalu, yaitu sebuah peristiwa yang sempat menggegerkan SLTP Negeri 1 Ngluyu. Pada saat sekolah sedang melakukan kegiatan perpisahan, tiba-tiba suasana dipecahkan oleh turunnya hujan dengan disertai sambaran petir. Karuan saja panitia dibuat kalang kabut. Sebab, tidak disangka kalau siang itu bakal turun hujan. Apalagi bukan musim penghujan. Sebagian kalangan terutama masyarakat desa setempat, meyakini ada sesuatu yang tidak beres, terkait dengan hal-hal di luar nalar, alias berbau mistik. Sebagian besar memperkirakan, di sekitar arena tersebut pasti ada seseorang yang mengenakan jarit parang. Panitia terpaksa melakukan operasi. Ternyata seluruh panitia hingga siswa tidak ada yang membawa atau mengenakan jarit parang. Pencarianpun terus dilakukan hingga di luar SLTP Negeri 1. Ternyata seorang warga mengetahui ada seorang pedagang kain keliling sedang menawarkan dagangannya pada warga sekitar. Setelah warga mengoperasi seluruh kain dagangannya, ternyata ada dagangan berupa jarit parang. Spontan, warga meminta untuk segera membuang, atau segera meninggalkan lokasi keluar dari wilayah Desa Ngluyu. Beruntung si pedagang memakluminya, dan segera bergegas meninggalkan desa itu. Hasilnya, hujan yang disertai petirpun reda.

2. Peristiwa aneh lainnya, seperti dituturkan Satimo Kades Ngluyu , yaitu ketika lima tahun lalu, di lapangan desanya, Ludruk Kopasgad menggelar pentas. Saat itu, panggung, pagar porak poranda diterjang badai. Hingga mengalami kerugian besar. Penyebabnya, diyakini salah seorang penarinya mengenakan jarit parang. Padahal pimpinan Ludruk sudah berpesan untuk tidak mengenakan jarit parang. Tetapi si penari asal Kediri itu tidak percaya. Dampaknya panggung beserta isinya diterjang badai, dan sambaran petir.

3. Waras Riyanto warga Desa Tempuran juga menceriterakan seputar misteri jarit parang di Desa Ngluyu. Bulan Agustus tahun 2002, Carik Desa Gampeng menggelar hajatan dengan suguhan hiburan wayang kulit. Kebetulan waranggono membawa jarit parang di dalam kopernya. Akibatnya dari pagi hingga siang turun hujan dan petir. Si waranggono tersebut tidak sadarkan diri, dan si dalang namanya Asli Budiman beserta rekan-rekannya terserang diare terus menerus. Melalui seorang penabuh gamelan diketahui bahwa di koper waranggono terdapat jarit parang . Karenanya, oleh salah seorang warga jarit tersebut dibawa keluar Desa Ngluyu dan dibuang di Kali Watu Gandul. Barulah suasana normal kembali.

4. Kejadian serupa juga dialami mBah Mukmin asal Desa Puncu saat menggelar pentas wayang kulit dengan ki dalang Djoko Widodo dari Ngawi.

5. Masih menurut Waras Riyanto, pada Bulan September tahun 2002 ada hiburan tayuban di rumah Lasidi. Ceriteranya ada seorang warga yang tidak mempercayai larangan membawa jarit parang. Seorang warga tersebut sengaja membawa dari rumah dibawa ke pentas yang kebetulan pentasnya digelar siang hari. Sekitar jam 14.00 tiba-tiba turun hujan disertai sambaran petir, hingga terop roboh. Warga yang membawa jarit tersebut kemudian mengantar waranggono ke Ngrajek. Sepulangnya sampai di depan rumah Pak Lasidi orang tersebut terkena musibah kecelakaan hingga tewas seketika.

6. Ada juga ceritera lain ketika dilaksanakan Bhakti Karya Pramuka sekitar tahun 1990. Ketika itu berlokasi di Desa Tempuran. Bambang Sancoko selaku panitia sempat dibuat panik. Pasalnya, ada empat anak buahnya yang tiba-tiba kesurupan. Ketika itu panitia bersama warga setempat melakukan operasi terhadap barang-barang yang dibawa peserta. Ternyata ada empat siswa itu kebetulan membawa selimut dari rumah berupa jarit parang. Jarit-jarit itu kemudian di buang di sungai. Setelah siuman, keempat siswa itu mengaku tidak mengerti perihal larangan membawa jarit parang. Bahkan, hingga saat ini masyarakat Ngluyu, menurut Bambang yang guru SD itu, saat mengadakan pesta masih harus berhati-hati terhadap kado-kado yang diterima. Karena seperti yang sudah terjadi di desanya , ketika satu dari tumpukan kado itu terdapat kado berupa jarit parang, pasti terjadi musibah. Sehingga Bambang masih meyakini, misteri jarit parang di Ngluyu ternyata belum juga lekang.

7. Hal itu dibenarkan Toto Yitno, tokoh kelompok tani yang kini menekuni bidang photography. Katanya, sekitar tahun 1980 ada seorang guru agama dari Pace. “ Kalau ini nampaknya ada unsur kesengajaan, barangkali ingin membuktikan” tandas Toto Yitno. Saat itu sang guru agama menghadiri pesta pernikahan, dan ditunjuk panitia setempat untuk membacakan do'a tanda usainya acara resepsi. Usai do'a, para tamu geger, sebab pembaca do’a tersebut meninggal di tempat. “ Ya..barangkali ini memang takdir dari Yang Kuasa” tambah Toto. Melihat beberapa peristiwa keanehan tersebut, hingga sekarang masyarakat Ngluyu masih mempercayai misteri jarit parang.

8. “Contoh lain masih ada, tetapi ya..itulah kejadiannya,“ kata Djakiran (56) Juru Kunci keempat makam mBah Gedong. Menurut Djakiran saat ini warga di timur makam hingga rumah kepala desa juga tidak berani menggelar wayang kulit. Juga menyediakan minuman keras berupa arak. Sebab, seperti kejadian-kejadian sebelumnya ketika di rumah warga ada minuman arak, selalu didatangi siluman macan putih yang dipercaya binatang kesayangannya Eyang Suromangunjojo.

9. Mantan Camat Ngluyu Drs. Harmadi yang saat ini ( 2004 ) sebagai Kasubdin Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Daerah kembali menunjukkan kegetolannya dalam menggali sejarah. Drs. Harmadi terlihat sangat antusias tentang pendapatnya seputar gaung mistis legenda Jarit Parang di Ngluyu. Seperti diyakini oleh masyarakat diwilayah Kecamatan Nguyu, hingga saat ini dipantangkan mengenakan atau membawa jarit parang. Cerita itu terkait keberadaan makam Mbah Gedhong. Kalau itu dilanggar apalagi ada unsur kesengajaan, akan datang musibah secara mendadak. Contohnya yang baru saja terjadi tanggal 25 Mei 2004 lalu. Ketika itu seperti dituturkan saksi mata, Waras Riyanto, di Dukuh Cabean Desa Sugihwaras ada seorang warga yang sedang menggelar hajatan mantu. Kata Waras Riyanto yang juga salah satu Kasi di Sub Din Kebudayaan itu menuturkan, bahwa rombongan temanten dari Pacitan tidak sengaja membawa Jarit Parang. Begitu rombongam mulai memasuki wilayah Ngluyu, tanda-tanda bakal turun hujan sudah mulai nampak. Selang kemudian, hujan turun disertai mendung dan sambaran petir. Modin setempat kemudian mengetahui ada warga yang membawa Jarit Parang. Sehingga diperintahkan untuk membawa kearah selatan atau keluar dari wilayah Ngluyu. Sekejap kemudian suasana menjadi reda, dan pagelaran hajatan bisa dilanjutkan sekalipun terlambat.

10. Lain lagi bagi masyarakat Desa Banjarejo Rejoso. Cuaca mendung gelap yang menggelantung di atas wilayah Ngluyu, hingga membuat paniknya warga Desa Sugihwaras Ngluyu, Sadji petani Desa Banjarejo justru sudah sempat disyukuri. Pasalnya, banyak petani yang saat itu sedang menunggu turunnya hujan. Sementara, dari belahan utara saat itu memang nampak mendung, dengan sesekali terdengar bunyi petir. Sayangnya, ditunggu hingga malam, hujan tidak jadi turun.

11. Harmadi menyakini, legenda pantangan jarit parang tersebut masih lekat. Bahkan sebelum masuk wilayah Ngluyu sebagai Camat, Harmadi mengaku menyempatkan diri ziarah ke Makam mBah Gedhong. Berikutnya, sekitar sepuluh bulan kemudian tepatnya tanggal 23 Agustus 1998 sekitar jam : 03.00, Harmadi merasakan sebuah kegaiban muncul. Dia mengaku merasa ada yang membangunkan dari tidurnya. Katanya, saat itu dia merasa berdiri menghadap sebuah meja kecil . Dia berdiri bersebelahan dengan sosok perempuan mengenakan jarit parang barong. Didepannya berdiri dua sosok laki-laki masing-masing mengenakan udeng dan jarit parang rusak. Sedangkan sosok laki-laki satunya mengenakan udeng gadung biasa, dan jarit kawung. Sosok laki-laki yang mengenakan udeng dan jarit parang tersebut, kemudian memperkenalkan namanya adalah Gusti Hening Satrio Pamungkas. “Saat itu, beliau sambil menyodorkan tulisan yang menyebut nama Bagus Mangundjojo, dan Raden Ayu Latifah. “ Nampaknya tokoh wanita ini sepertinya adiknya Gusti Hening Satrio Pamungkas. Beliau-beliau ini diyakini keturunan Mataram “ tambah Harmadi. Perihal mimpi gaibnya tersebut, Harmadi kemudian mempublikasikan kebeberapa kerabat dekat termasuk sebagian tokoh masyarakat Ngluyu dan pers. Maksudnya, kata Harmadi, apabila ada terjadi kesalahan biar ada peringatan apapun bentuknya. Niat itu akhirnya membawa dampak. Lima hari kemudian, Harmadi bermimpi. Dalam mimpinya dia melihat di bagian timur Desa Ngluyu, seperti di Desa Tempuran sekarang ini, terjadi geger, pertempuran, banyak rumah-rumah dibakar. Kemudian, penduduk yang dipimpin R.A. Latifah, lari ke wilayah Gampeng. Sebagian warga akhirnya betah tinggal disana. 

Sisanya kemudian menuju ke Dukuh Jeruk dan menetap pula ditempat itu. Lalu sisanya lagi, kata Harmadi, menuju Desa Cabean Sugihwaras. Karena daerahnya subur makmur, akhirnya memilih menetap di desa itu. “Karenanya, apakah karena adanya pertempuran itu, hingga desa tersebut dinamakan Desa Tempuran.” sambung Harmadi. Hanya saja masyarakat setempat hingga kini mempunyai legenda lain. Nama Tempuran, oleh ketiga tokoh yang diyakini yang babat alas, yaitu Kromorejo, Tadjoh, dan Kromotono pada abad ke-19, diambil dari pertemuan dua sungai yaitu sungai Jawa dan sungai Wates. Selain menyoal nilai magis mBah Gedong, Harmadi nampaknya saat ini sedang mengumpulkan nilai-nilai sejarah yang diperkirakan luput dari perhatian publik. Dia bahkan sedang menyusun sebuah tulisan tentang Ngliman, Bandaralim Demangan dan Jambi Baron. Menurutnya Desa Jambi sekarang ini, dulunya pada jaman Majapahit adalah tempat lokasi berdirinya Departemen Agama kala itu. Dia juga menyakini, kalau Maha Patih Gajah Mada yang berhasil menguasai nusantara dengan sumpah palapanya itu, meninggalnya di Nganjuk. Sebab, lereng Gunung Wilis termasuk hutan Bajulan, Ngetos dan Sawahan hingga Ponorogo, konon ceritanya dulu adalah pusat kerajaan besar. Karenanya ketika berhembus kabar dilokasi itu ada candi besar melebihi Candi Borobudur, seperti pernah di tulis Almarhum Kyai Haji Kharisudin Tohir, Harmadi nampaknya semakin yakin. Apalagi menitik sejarah keemasan Maha Patih Gajah Mada, menurutnya untuk menyatukan nusantara, pasti ada piandel andalan. Itu diyakini ada di Sawahan. Bahkan, dia juga menyebut diera tahun tujuh puluhan, ada seorang pejabat tinggi di Nganjuk yang mencoba mengerahkan kekuatan 23 orang supranatural untuk mengambil gaman (piandel) dimaksud, akhirnya gagal.
terimakasih

www.nurulitashop.com

Sejarah Desa Ngasem Jatikalen Nganjuk

haloo kakak
jangan bosen dg mencari tahu sejarah nganjuk ya,,,
taukah kalian tentang jatikalen nganjuk??? yah berada di ujung utara dan timur nganjuk ini
.
Jatikalen merupakan daerah kawasan hutan yang terletak disebelah timur laut kota Nganjuk. Untuk menuju wilayah Jatikalen, dapat ditempuh melalui jalan darat dengan waktu tempuh sekitar satu jam. Di seputar kecamatan Jatikalen banyak dijumpai masyarakat yang bertani padi/palawija maupun holtikultura juga pengrajin anyaman tikar. Konon kabarnya, keberhasilan masyarakat Jatikalen bisa menikmati kemerdekaan tidak terlepas dari jasa Eyang Tegopati. Lantas, siapa sebenarnya Eyang Tegopati ? Kita ikuti bersama penuturan dari Djamin Tokoh masyarakat dan juga sebagai penilik TK/SD di Kecamatan Jatikalen.

Eyang Tegopati atau sering disebut juga mbah Inggris, atau Ki Demang Tegopati. Beliau merupakan prajurit pinilih Sultan Mataram kala itu yang lari menyelamatkan diri dari kejaran tentara belanda karena tidak ingin terlibat pergolakan dengan sesama bangsa mataram. Pasalnya, kala itu politik yang diterapkan bangsa penjajah dengan politik mengadu domba (Devide At Impera).

Mbah Tegopati bersama dua rekannya yaitu mbah Singokerti, mbah Singo Wongso lari dari kerajaan Mataram dan memilih tempat di salah satu kampung yang saat ini dikenal dengan Desa Ngasem.
Mereka bertiga senantiasa didambakan masyarakat karena kearifan, keteladanan, yang senantiasa mementingkan hidup rukun dan bersama-sama tidak menyukai dengan tindakan kejam tentara Belanda, yang banyak menindas dan memeras rakyat tidak pernah marasa kenyang.

Masa telah berubah seiring perkembangan jaman. Tiga serangkai ini mendengar informasi kalau tentara Belanda akan menyerang perkampungannya. Mbah Inggris bersama dau rekannya yakni mbah Singo Wongso serta mbah Singo Kerti mengadakan pesta besar-besaran dengan menyembelih kerbau yang duperuntukan bagi tentara yang akan perkampungannya.

Dalam pesta tersebut banyak hadir tentara dan pembesar Belanda yang ikut hadir dan menikmati hidangan yang disajikan. Karena kelalaian dari tentara belanda dimanfaatkan oleh mbah Tegopati untuk melucuti senjata dan meringkus dan membunuhnya sehingga semua dari pihak belanda banyak jatuh korban. Karena pesta ini ditempatkan di bawah pohon asem yang besar serta banyaknya tentara belanda yang meninggal maka oleh masyarakat desa ini dikenal dengan?” DESA NGASEM”.
Kejadian yang banyak merugikan belanda ini ternyata oleh Pemerintah Belanda atas keberanian mbah Tegopati meringkus dan membunuh tentara belanda. Untuk selanjutnya tentara Belanda memerintahkan untuk memanggil mbah Tegopati untuk manghadap, namun ini tidak digubris karena akan menghantarkan kematian yang konyol.


Pencarian terus dilakukan oleh tentara Belanda dan ditanyakan pada setiap orang yang lewat maupun yang dijumpai dimana persembunyian Eyang Tegopati, hingga bertahun-tahun Belanda gak mampu menemukan namun nasip sial menimpa dua rekannya yang tidak mampu menghindar dari serangan Belanda akhirnya mbah Singo Kerti dan mbah Singo Wongso mereka meninggal dibunuh Belanda sebagai pahlawan kusuma bangsa....
Untuk mbah Singo Kerti dimakamkan di tanah Doro-doro, sementara mbah Singo Wongso dimakamkan dipemakaman umum Desa Ngasem.
Selesai kejadian tersebut mbah Inggris atau Eyang Tegopati bersama beberapa orang pengikutnya hijrah menuju timur, namun perjalanan menuju timur juga terhalang oleh sungai yang banyak keongnya/gondang maka daerah tersebut sampai sekarang disebut dengan Desa Gondang Wetan. Namun perjalanan tetap dilanjutkan namun dijumpai banyak pengikutnya yang kelelahan dan pontang-panting dikejar oleh Belanda akhirnya salah satu dari pengikutnya Eyang Tegopati ada yang berkata ? “ Mlaku mbok sing ati-ati mengko mundak kepleset”. Hal ini sampai sekarang diabadikan dengan nama Dusun di Desa Jatikalen dengan Sebutan Dusun Pleset.

Namun kejaran dari Belanda tidak menyurutkan semangat untuk tetap menghindar karena tidak seimbang antara kekuatan lawan dengan pengikutnya hingga ke perbatasan tepi/sungai Brantas di Desa Dawuhan,karena sudah tidak dikejar-kejar lagi oleh Belanda Baru Pengikutnya diminta untuk beristirahat.

Karena terkesan akan keberanian Eyang Tegopati menentang penjajah Belanda masyarakat Desa Ngasem memintanya untuk menjadi Demang memimpin Desa Ngasem dan dipimpinlah Desa Ngasem hingga masyarakatnya dapat hidup tentram sampai dia meninggal dan dimakamkan di tengah perkampungan Desa Ngasem yang saat ini letaknya ada disebelah selatan Jalan Raya.

Masyarakat tetap mendo’akan kepada ketiga pemimpin yang telah berani mengusir penjajah dengan mengadakan do’a bersama dan selamatan setiap satu tahun sekali di tiga tempat yakni di pemakaman Mbah Singo Kerti, Mbah Singo Wongso, dan Eyang Tego Pati. Semua masyarakat menyakini jangan sampai berbuat atau melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh hukum adat, agama seperti mencuri/mengambil punya orang lain, brbohong.

Sedangkan tempat disemayamkannya Mbah Singo Kerti biasa disebut masyarakat setempat dengan istilah Doro-doro berada disebelah selatan Desa Ngasem.

Menurut penuturan Sidri (63) dan Ngaisah (74) karena sampai saat ini banyak dijumpai manakala ada orang dituduh mencuri kalau tidak mencuri bersumpah dengan memakan tanah dipemakaman Eyang TegoPati sesuai dengan janji yang diucapkan akan tumus dengan sendirinya kalau memang dia berbuat. Tapi berlaku sebaliknya kalau memang tidak berbuat jelas Tuhan Yang Maha Esa juga meridhoi keselamatannya.

Masyarakat setempat enggan menyebutkan namanya menuturkan kalau dimakam Singo Wongso yang ada dipemakaman umum ada patung yang serupa denag manusia, namun patung tersebut diambil oleh orang mengakibatkan orang tersebut sering mengalami musibah sakit, namun setelah dikembalikan patung tersebutbisa sehat kembali hingga sekarang.

Sementara Desa Ngasem telah dipimpin oleh 14 Kepala Desa hingga sekarang. Namun penulis belum mampu mengungkap siapa dari generasi ke 2-7. namun yang mampu ditelusuri baru Kepala Desa ke 8 yakni Danu Kromo, ke 9 Biran, ke 10 Djaya Diardjo, ke 11 Padi, ke 12 Sutadji, ke 13 Agus Susanto dan sekarang yang menjabat Kepala Desa Ngasem Sutono.
terimakasih


www.nurulitashop.com